Cursor

Chrome Pointer

Senin, 16 Februari 2015

Cerpen Berakit-Rakit ke Hulu, Berenang-Renang ke Tepian oleh Izaaz

Cerpen
Oleh Izaaz,

Cerpen Berakit-Rakit ke Hulu, Berenang-Renang ke Tepian


Berakit-rakit ke Hulu, Berenang-renang ke Tepian


Tampak pemandangan indah laut Samudera Hindia di senja hari dari jendela pesawat Boeing 747 tujuan London ini. Seorang pria tua duduk di sampingku dan bertanya,

“Where are you from?”

Lalu kujawab “I’m from Indonesia”.

Mimik muka pria ini kaget, seperti ada yang aneh, lalu ia tertawa. Lalu aku bertanya “What’s wrong, sir?” Tidak ada jawaban.

Ia tetap saja tertawa seperti ada yang lucu, hingga beberapa penumpang yang melihatnya merasa heran. Beberapa saat kemudian ia berkata,

“Di London mau ngapain, nak?”. Ternyata pria ini juga dari Indonesia.

“Saya kuliah di London, pak. Di Indonesia saya buka praktek dokter untuk menambah biaya melanjutkan kuliah ke S3” kujawab.

Lalu pria itu tersenyum dan mengatakan “Wah, kamu hebat ya, bisa sekolah di London. Dulu kamu sekolah dimana, nak?”.

Lalu kujawab “Saya sekolah di sekolah kecil di sebuah kecamatan.” “Wah, nampaknya peribahasa `berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian` dapat terwujud juga ya?” kata pria itu. Mendengar ucapan pria itu, aku teringat masa-masa sekolah dulu.

Di sinilah petualanganku dimulai. Di sekolah dasar di Kalimantan ini aku mendaftar sebagai siswa baru. Bertahun-tahun aku mengarungi masalah demi masalah. Mulai dari masalah pertemanan, pelajaran, hingga masalah dengan guru. Ya, awalnya aku tidak tahan dengan semua itu, namun aku berpikir bahwa aku dapat menjalaninya apabila aku bersabar. Yang paling membuatku susah adalah persaingan ketat dengan temanku. Sebutlah Nini.  Ia adalah saingan terberatku dari kelas 1 SD hingga menjelang Ujian Nasional. Namun hal itu tidak membuatku dendam atau benci padanya, namun malah terinspirasi oleh dia karena kecerdasannya. Dalam belajar, aku dibantu oleh Nini, dan guru yang sekaligus wali kelasku ini sangat baik hati dalam membimbing muridnya dalam belajar, serta guru lesku yang kupanggil “Bude”. Ibuku juga mengajariku, namun tidak begitu banyak karena saat itu ibuku sedang sakit. Syukurlah sekarang sudah sehat. Sedangkan ayahku dulu juga bekerja diluar kota.

Setiap malam, aku les di rumah Bude. Aku les bersama dengan banyak teman-teman yang juga sekelas denganku. Banyak juga yang les disana berasal dari SD lain. Setiap les kami belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapat nilai yang memuaskan. Usaha dan Doa kami lakukan setiap hari demi masa depan yang cemerlang. Saat itu ada salah seorang temanku yang berputus asa karena tidak sanggup dipaksa belajar. Namun ia kuberi nasihat bahwa semua yang kita lakukan hari ini pasti ada manfaatnya untuk besok, dan masa depan kita sendiri. Dari sini kita harus sudah bisa menentukan masa depan kita dengan belajar serius. Manusia tidak akan sukses apabila ia tidak mau usaha dan doa. Lalu ia berpikir sejenak dan semangatnya untuk sukses di masa depan mulai menggebu.

Satu bulan menjelang Ujian Nasional, semangat belajarku mulai berkobar. Bangun jam 2 pagi hanya untuk mengulang pelajaran disaat orang masih terlelap. Alhasil prestasiku mulai menonjol. Aku berhasil mengalahkan Nini sebagai juara kelas. Aku sangat gembira!

Saat Ujian Nasional dimulai, sekolah tampak sepi karena siswa kelas 1 sampai kelas 5 diliburkan. Hanya tampak siswa kelas 6 yang membawa buku kemanapun mereka pergi untuk mengulang materi yang telah mereka pelajari. Guru-guru tampak sibuk briefing/rapat di ruang guru menjelang Ujian mulai. Akhirnya ujian dimulai. Semua menghadapi soal yang menjadi penentu kelulusan mereka.

Ujian hari pertama dan kedua telah usai. Hanya tinggal satu hari. Namun pada saat itu aku tidak menyangka, bahwa aku tiba-tiba merasakan pusing yang hebat dan akhirnya aku terjatuh sakit. Namun aku tetap berjuang sekuat tenaga demi masa depan.

Saat Ujian Nasional telah usai, aku dan teman-teman merasa lega, seperti “menang dalam perang”.  Tiba saatnya pengumuman kelulusan. Aku berhasil mendapatkan nem tertinggi di sekolah! Rasa gembiraku berlipat-lipat ganda.

Tibalah saatnya mencari SMP yang dapat menerimaku dengan nilai UN yang kudapatkan. Aku mendatangi SMP ter-favorit di kotaku. Aku melihat nem tertinggi dan terendah yang dapat diterima di sekolah itu. Kalau menurutku, aku bisa diterima di sekolah itu. Namun, aku masih ragu-ragu karena bisa saja aku tergeser oleh pendaftar yang mempunyai nem lebih tinggi dariku. Namun, tiba-tiba aku bertemu dengan bude. Lalu ia mengatakan bahwa aku tidak usah was-was. Ia mengatakan bahwa ia yang akan mendaftarkanku di sekolah itu. Aku sangat senang. Setelah pendaftaran ditutup, tidak disangka, aku dapat diterima di sekolah itu!

Di sekolah itu aku sangat nyaman. Teman-teman yang berasal dari SD lain membuatku senang sekolah disini. Banyak teman yang memiliki hobi sama denganku, hingga aku bersahabat dengan Elang, Habib, dan Rasyid. Kami bahkan sempat merencanakan untuk membuat pesawat RC (remote control). Namun tidak sampai selesai karena aku harus pindah lagi ke sekolah lain di Jawa. Sebenarnya aku sangat menyayangkan hal ini. Tapi karena tuntutan pekerjaan ayahku yang mendesak, akhirnya kuikuti saja.

Di sekolah tempat aku pindah inilah cerita keduaku dimulai. Teman-teman menyambutku dengan ramah. Di sini aku juga senang karena ada ekstrakurikuler yang sama seperti di sekolahku sebelumnya..Tetapi tidak ada teman yang sehobi denganku di kelasku.  Di sini juga ada tambahan pelajaran matematika pada hari yang ditentukan. Seiring hari berganti, aku merasakan ada yang aneh. Ternyata ada teman yang benci padaku. Aku diamkan saja mereka karena mungkin persoalan ini malah akan mengganggu proses belajarku.

Tetapi semakin lama semakin membuatku tidak nyaman dan terganggu. Ada yang aneh dengan beberapa orang temanku. Mereka seolah menganggap masa depan itu tidak penting. Di saat yang lain sibuk belajar, mereka hanya berhura-hura dan bermain. Sangat membingungkan. Tetapi salah satu guruku berkata bahwa biarlah setiap manusia menentukan jalannnya masing-masing. Sukses atau tidaknya mereka tergantung pada usaha mereka. Akhirnya mereka kudiamkan saja. “Di saat yang lain berhura-hura, aku di sini belajar dan aku bangga”. Begitu kata salah seorang temanku yang serius belajar.

“Aku tidak ingin mengikuti mereka yang hanya bermain-main. Aku ingin sukses!”. Begitu caraku membangun semangat belajarku. Tiap hari aku belajar dengan sungguh sungguh dengan bayangan kesuksesan masa depanku walaupun tidak disenangi dan dimusuhi teman-temanku.

Itulah yang membuatku menjadi seperti yang sekarang ini. Aku bisa menjadi dokter dan sekolah di luar negeri. Aku tidak tahu bagaimana nasib teman-temanku yang tidak serius dalam belajar. Namun aku berharap bisa bertemu mereka dan melihat mereka bisa sukses dengan cara mereka masing-masing. Tanpa usaha yang keras dan doa aku tidak akan bisa menjadi sukses. Aku percaya bahwa peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” akan berlaku pada setiap manusia. Tergantung mereka mau usaha atau tidak.

~

Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Ternyata pria tua disampingku membangunkanku karena pesawat sudah tiba di Heathrow International Airport, London. Lalu aku mengambil barang-barang dan mencari taksi. Tidak disangka, aku melihat seseorang dari kejauhan memanggilku dengan suara khasnya. Ia adalah temanku yang dulunya tidak serius belajar. Lalu ia menceritakan bahwa ia juga akan kuliah S3 di London. Ia dulu sewaktu SMA memikirkan hal yang sama denganku. Ia mulai serius belajar demi masa depannya. Ternyata, peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” sudah berpengaruh ke banyak orang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar