Oleh Izaaz,
Cerpen Berakit-Rakit ke Hulu, Berenang-Renang ke Tepian
Berakit-rakit ke Hulu,
Berenang-renang ke Tepian
Tampak
pemandangan indah laut Samudera Hindia di senja hari dari jendela pesawat Boeing
747 tujuan London ini. Seorang pria tua duduk di sampingku dan bertanya,
“Where
are you from?”
Lalu kujawab “I’m from Indonesia”.
Mimik muka pria ini kaget, seperti ada yang aneh,
lalu ia tertawa. Lalu aku bertanya “What’s wrong, sir?” Tidak ada jawaban.
Ia tetap saja tertawa seperti ada yang lucu, hingga beberapa
penumpang yang melihatnya merasa heran. Beberapa saat kemudian ia berkata,
“Di London mau ngapain, nak?”. Ternyata pria ini
juga dari Indonesia.
“Saya kuliah di London, pak. Di Indonesia saya buka
praktek dokter untuk menambah biaya melanjutkan kuliah ke S3” kujawab.
Lalu pria itu tersenyum dan mengatakan “Wah, kamu
hebat ya, bisa sekolah di London. Dulu kamu sekolah dimana, nak?”.
Lalu kujawab “Saya sekolah di sekolah kecil di sebuah
kecamatan.” “Wah, nampaknya peribahasa `berakit-rakit ke hulu, berenang-renang
ke tepian` dapat terwujud juga ya?” kata pria itu. Mendengar ucapan pria itu,
aku teringat masa-masa sekolah dulu.
Di sinilah petualanganku dimulai. Di sekolah dasar
di Kalimantan ini aku mendaftar sebagai siswa baru. Bertahun-tahun aku
mengarungi masalah demi masalah. Mulai dari masalah pertemanan, pelajaran,
hingga masalah dengan guru. Ya, awalnya aku tidak tahan dengan semua itu, namun
aku berpikir bahwa aku dapat menjalaninya apabila aku bersabar. Yang paling
membuatku susah adalah persaingan ketat dengan temanku. Sebutlah Nini. Ia adalah saingan terberatku dari kelas 1 SD
hingga menjelang Ujian Nasional. Namun hal itu tidak membuatku dendam atau
benci padanya, namun malah terinspirasi oleh dia karena kecerdasannya. Dalam
belajar, aku dibantu oleh Nini, dan guru yang sekaligus wali kelasku ini sangat
baik hati dalam membimbing muridnya dalam belajar, serta guru lesku yang
kupanggil “Bude”. Ibuku juga mengajariku, namun tidak begitu banyak karena saat
itu ibuku sedang sakit. Syukurlah sekarang sudah sehat. Sedangkan ayahku dulu
juga bekerja diluar kota.
Setiap malam, aku les di rumah Bude. Aku les bersama
dengan banyak teman-teman yang juga sekelas denganku. Banyak juga yang les disana
berasal dari SD lain. Setiap les kami belajar dengan sungguh-sungguh agar
mendapat nilai yang memuaskan. Usaha dan Doa kami lakukan setiap hari demi masa
depan yang cemerlang. Saat itu ada salah seorang temanku yang berputus asa
karena tidak sanggup dipaksa belajar. Namun ia kuberi nasihat bahwa semua yang
kita lakukan hari ini pasti ada manfaatnya untuk besok, dan masa depan kita
sendiri. Dari sini kita harus sudah bisa menentukan masa depan kita dengan
belajar serius. Manusia tidak akan sukses apabila ia tidak mau usaha dan doa.
Lalu ia berpikir sejenak dan semangatnya untuk sukses di masa depan mulai
menggebu.
Satu bulan menjelang Ujian Nasional, semangat
belajarku mulai berkobar. Bangun jam 2 pagi hanya untuk mengulang pelajaran disaat
orang masih terlelap. Alhasil prestasiku mulai menonjol. Aku berhasil
mengalahkan Nini sebagai juara kelas. Aku sangat gembira!
Saat Ujian Nasional dimulai, sekolah tampak sepi
karena siswa kelas 1 sampai kelas 5 diliburkan. Hanya tampak siswa kelas 6 yang
membawa buku kemanapun mereka pergi untuk mengulang materi yang telah mereka
pelajari. Guru-guru tampak sibuk briefing/rapat
di ruang guru menjelang Ujian mulai. Akhirnya ujian dimulai. Semua menghadapi
soal yang menjadi penentu kelulusan mereka.
Ujian hari pertama dan kedua telah usai. Hanya
tinggal satu hari. Namun pada saat itu aku tidak menyangka, bahwa aku tiba-tiba
merasakan pusing yang hebat dan akhirnya aku terjatuh sakit. Namun aku tetap
berjuang sekuat tenaga demi masa depan.
Saat Ujian Nasional telah usai, aku dan teman-teman
merasa lega, seperti “menang dalam perang”.
Tiba saatnya pengumuman kelulusan. Aku berhasil mendapatkan nem tertinggi di sekolah! Rasa gembiraku
berlipat-lipat ganda.
Tibalah saatnya mencari SMP yang dapat menerimaku
dengan nilai UN yang kudapatkan. Aku mendatangi SMP ter-favorit di kotaku. Aku
melihat nem tertinggi dan terendah
yang dapat diterima di sekolah itu. Kalau menurutku, aku bisa diterima di
sekolah itu. Namun, aku masih ragu-ragu karena bisa saja aku tergeser oleh
pendaftar yang mempunyai nem lebih tinggi dariku. Namun, tiba-tiba aku bertemu
dengan bude. Lalu ia mengatakan bahwa aku tidak usah was-was. Ia mengatakan
bahwa ia yang akan mendaftarkanku di sekolah itu. Aku sangat senang. Setelah
pendaftaran ditutup, tidak disangka, aku dapat diterima di sekolah itu!
Di sekolah itu aku sangat nyaman. Teman-teman yang
berasal dari SD lain membuatku senang sekolah disini. Banyak teman yang
memiliki hobi sama denganku, hingga aku bersahabat dengan Elang, Habib, dan
Rasyid. Kami bahkan sempat merencanakan untuk membuat pesawat RC (remote control). Namun tidak sampai
selesai karena aku harus pindah lagi ke sekolah lain di Jawa. Sebenarnya aku
sangat menyayangkan hal ini. Tapi karena tuntutan pekerjaan ayahku yang mendesak,
akhirnya kuikuti saja.
Di sekolah tempat aku pindah inilah cerita keduaku
dimulai. Teman-teman menyambutku dengan ramah. Di sini aku juga senang karena
ada ekstrakurikuler yang sama seperti di sekolahku sebelumnya..Tetapi tidak ada
teman yang sehobi denganku di kelasku.
Di sini juga ada tambahan pelajaran matematika pada hari yang
ditentukan. Seiring hari berganti, aku merasakan ada yang aneh. Ternyata ada
teman yang benci padaku. Aku diamkan saja mereka karena mungkin persoalan ini
malah akan mengganggu proses belajarku.
Tetapi semakin lama semakin membuatku tidak nyaman
dan terganggu. Ada yang aneh dengan beberapa orang temanku. Mereka seolah
menganggap masa depan itu tidak penting. Di saat yang lain sibuk belajar,
mereka hanya berhura-hura dan bermain. Sangat membingungkan. Tetapi salah satu
guruku berkata bahwa biarlah setiap manusia menentukan jalannnya masing-masing.
Sukses atau tidaknya mereka tergantung pada usaha mereka. Akhirnya mereka
kudiamkan saja. “Di saat yang lain berhura-hura, aku di sini belajar dan aku
bangga”. Begitu kata salah seorang temanku yang serius belajar.
“Aku tidak ingin mengikuti mereka yang hanya
bermain-main. Aku ingin sukses!”. Begitu caraku membangun semangat belajarku.
Tiap hari aku belajar dengan sungguh sungguh dengan bayangan kesuksesan masa
depanku walaupun tidak disenangi dan dimusuhi teman-temanku.
Itulah yang membuatku menjadi seperti yang sekarang
ini. Aku bisa menjadi dokter dan sekolah di luar negeri. Aku tidak tahu
bagaimana nasib teman-temanku yang tidak serius dalam belajar. Namun aku
berharap bisa bertemu mereka dan melihat mereka bisa sukses dengan cara mereka
masing-masing. Tanpa usaha yang keras dan doa aku tidak akan bisa menjadi
sukses. Aku percaya bahwa peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke
tepian” akan berlaku pada setiap manusia. Tergantung mereka mau usaha atau
tidak.
~
Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Ternyata pria
tua disampingku membangunkanku karena pesawat sudah tiba di Heathrow
International Airport, London. Lalu aku mengambil barang-barang dan mencari
taksi. Tidak disangka, aku melihat seseorang dari kejauhan memanggilku dengan
suara khasnya. Ia adalah temanku yang dulunya tidak serius belajar. Lalu ia
menceritakan bahwa ia juga akan kuliah S3 di London. Ia dulu sewaktu SMA
memikirkan hal yang sama denganku. Ia mulai serius belajar demi masa depannya.
Ternyata, peribahasa “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” sudah
berpengaruh ke banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar